Klinik Gigi Joy Dental, Yogyakarta - Pilih dokter gigi atau tukang gigi? Maraknya kasus korban tukang gigi tidak mengurangi minat masyarakat untuk melakukan perawatan gigi ke tukang gigi atau ahli gigi.
Harga yang miring menjadi alasan utama yang menggiurkan untuk menggaet masyarakat memasang alat gigi seperti behel ke tukang gigi. Meskipun keberadaannya cukup umum, penting untuk mengetahui bahaya dan resiko apa saja yang didapatkan dari perawatan yang dilakukan di tukang gigi. Apakah betul tukang gigi boleh memasang alat gigi? Yuk, mari kita bahas!
Bolehkah Tukang Gigi Memasang Alat Gigi?
Berdasarkan Permenkes no. 39 tahun 2014, tugas tukang gigi yang legal di mata hukum seharusnya hanya sebatas pembuatan dan pemasangan gigi tiruan akrilik lepasan yang sederhana.
Namun pada kenyataannya, banyak tukang/ahli gigi yang mengambil kesempatan untuk melakukan perawatan gigi di luar dari kewenangannya, seperti tambal/ tumpat gigi, cabut gigi, veneer gigi, bahkan pasang behel. Selain tidak sah di mata hukum, tindakan ini dapat memperparah bahkan membahayakan kondisi pasien.
Perbedaan Dokter Gigi dengan Tukang Gigi
Sebetulnya, apa saja yang membedakan dokter gigi dengan tukang gigi? Yuk, kita bahas satu-persatu, ya Sobat Joy:
1. Latar Belakang Pendidikan
Profesi dokter gigi tentu berbeda dengan tukang gigi atau ahli gigi. Untuk menjadi dokter gigi, mahasiswa kedokteran gigi sebelumnya harus menempuh studi pendidikan kedokteran gigi 4 tahun.
Setelah lulus dari studi, perjuangan belum selesai karena untuk dapat sah menjadi dokter gigi, calon dokter gigi harus menempuh koas dan memenuhi semua persyaratan kasus yang penuh tantangan selama 2 tahun. Setelah minimal 5-6 tahun menempuh tahapan-tahapan tersebut, baru dapat disumpah untuk dapat mengabdi menjadi dokter gigi.
Kasus-kasus yang ditangani oleh dokter gigi umum masih terbatas dibanding spesialis, sehingga apabila seorang dokter gigi ingin mengerjakan kasus yang lebih kompleks, dokter gigi masih harus menempuh studi lebih lanjut yaitu program spesialisasi. Program spesialisasi membutuhkan waktu studi 3,5 tahun hingga 8 tahun, tergantung dari program spesialisasi yang dipilih.
Sedangkan tukang gigi tidak memiliki bekal ilmu yang cukup kuat untuk melakukan praktek kedokteran gigi yang sesuai dengan kaidah medis. Tukang gigi biasanya membuka usaha dari kursus singkat atau ilmu turun temurun.
Bahkan ada pula oknum tukang gigi yang mendapatkan ilmu secara otodidak atau belajar coba-coba sendiri berdasarkan video yang beredar di youtube. Tidak ada standarisasi dalam pekerjaan tukang gigi, tidak ada pula ijazah yang sah di mata hukum.
2. Tempat Praktik
Untuk dapat memberikan perawatan gigi yang aman dan nyaman, tempat praktik dokter gigi diharuskan sesuai dengan SOP (standar operasional prosedur) yang telah ditetapkan pemerintah setempat. Ruang praktik harus memiliki kebersihan dan sanitasi yang baik, kualitas air yang teruji, serta uji kelayakan bangunan untuk memberikan perawatan yang terjamin.
3. Kualitas Alat dan Bahan Kedokteran Gigi
Pekerjaan dalam bidang kedokteran gigi merupakan pekerjaan yang memerlukan teknis dan ketelitian tinggi. Dokter gigi tentu akan memilih kualitas alat dan bahan yang paling baik agar dapat memberikan perawatan maksimal.
Misalnya saja seperti bracket behel dengan logam berkualitas, bahan perekat bracket yang baik sehingga tidak mudah lepas, kualitas kawat yang terjamin, dsb. Karena membutuhkan kepresisian, teknologi yang paling terbaru dibutuhkan demi memberikan perawatan yang maksimal untuk kepuasan pasien.
4. Metode Pemasangan
Untuk merapikan gigi dengan behel, dokter gigi perlu mengetahui kaidah perhitungan pergeseran gigi. Sebelum proses pemasangan, ronsen gigi, dan cetakan gigi pasien dibutuhkan untuk menentukan rencana perawatan.
Gigi juga dipastikan bersih dari karang gigi dan sisa makanan, gigi yang berlubang ditambal agar saat dipasang bracket, gigi berlubang tidak semakin parah. Apabila setelah dianalisis ternyata gigi perlu dicabut, maka dokter gigi perlu melakukan tindakan pencabutan.
Berbeda dengan pemasangan behel di tukang gigi, tukang gigi akan lebih berorientasi ke fashion gigi atau “penghias” gigi saja tanpa mempedulikan resiko-resiko yang dialami. Konon katanya terdapat opsi behel fashion, behel perawatan, ataukah behel lepas-pasang.
Tukang gigi dapat memasang di rahang atas saja atau rahang bawah saja karena tidak mengerti ilmunya. Pilihan disesuaikan dengan selera, bukan berdasarkan kondisi yang dibutuhkan pasien. Tukang gigi dapat langsung memasangkan behel tanpa mengetahui resiko dari setiap tindakan.
5. Kontrol Behel/Bracket Orto
Karena tujuan perawatan behel adalah untuk merapikan gigi, dokter gigi perlu melakukan kontrol pergerakan setiap periode waktu tertentu. Waktu kontrol behel biasanya 1 bulan sekali hingga 3 bulan sekali. Tergantung dari jenis behel dan fase perawatannya. Setiap kontrol, arah pergerakan dan kondisi gigi akan dievaluasi.
Pasien behel memang perlu membersihkan gigi dan rongga mulut lebih telaten karena makanan mudah tersangkut pada bracket. Oleh sebab itu apabila sudah muncul karang gigi, sewaktu kontrol dokter gigi akan membantu membersihkan gigi pasien dengan tindakan scaling agar kebersihan rongga mulut pasien tetap terjaga.
6. Harga
Bila dibandingkan dengan tukang gigi, harga pemasangan behel di dokter gigi memang lebih tinggi. Jenis behel atau bracket juga bervariasi harganya dari yang paling terjangkau hingga harga yang lebih premium, yaitu behel konvensional, behel self-ligating, hingga clear aligner.
Selain kualitas behel, hal yang membuat biaya behel di dokter gigi lebih tinggi ialah rencana perawatan yang dibuat oleh dokter gigi spesialis ortodonsia. Dengan kata lain, otak dibalik instrumentlah yang lebih penting dalam perawatan behel.
Dokter gigi spesialis ortodonsia di Joy Dental telah mempunyai banyak pengalaman dan jam terbang tinggi dalam menyelesaikan kasus-kasus sulit untuk mengubah senyum pasien menjadi lebih estetis dan ideal.
Harga pemasangan behel di tukang gigi memang jauh lebih murah, namun alat yang dipasang tukang gigi tidak dapat merapikan gigi atau menyelesaikan masalah gigi, karena hanya sekedar “pajangan” atau “penghias” dalam mulut bukan untuk merapikan gigi.
Hal yang paling mengkhawatirkan adalah apabila masyarakat memakai jasa tukang gigi karena tergiur harga murah tanpa mengetahui resiko dan bahayanya. Untuk menanggulangi akibat penggunaan behel yang tidak bertanggung jawab, korban tukang gigi justru dapat mengeluarkan biaya yang jauh berlipat-lipat lebih mahal daripada jika sejak awal merapikan gigi ke dokter gigi.
Seperti yang dipaparkan pada penjelasan di atas, terdapat perbedaan yang signifikan antara dokter gigi dan tukang gigi. Resiko dan dampak yang dapat diakibatkan oleh praktik tukang gigi yaitu penyebaran infeksi, bau mulut, gigi tetap berantakan atau justru susunannya semakin parah, hingga kista dan tumor.
Tukang gigi tidak dapat mempertanggungjawabkan dampak yang disebabkan oleh tindakannya. Dokter gigi sering kali menemukan kasus korban tukang gigi yang sangat parah dan kompleks.
Penyakit yang mungkin dapat diselesaikan di dokter gigi secara praktis, harus diperparah dahulu kondisinya ke tukang gigi untuk ujung-ujungnya diperiksakan ke dokter gigi karena tukang gigi juga tidak dapat mempertanggungjawabkannya.
Oleh karena itu, masyarakat dihimbau dapat mempertimbangkan secara lebih bijak dan kritis apabila ingin mempercayakan perawatan giginya. Dokter gigi di Joy Dental selalu memastikan pasien mendapatkan jaminan keamanan (higienitas peralatan), kualitas, penanganan memadai dan pelayanan yang bertanggungjawab.
Sobat Joy Dental dipastikan akan mendapatkan pelayanan yang lebih aman dan profesional. Jadi tunggu apa lagi? Periksakan kondisi dan masalah gigimu ke klinik Joy terdekat ya, Sobat Joy!
Penulis : drg. Berilla Silsila S.