Pertanyaan pembaca: Dok, gigi saya banyak yang berlubang. Saya sering sakit gigi dan kepala pening karena masalah tersebut. Apakah gigi berlubang masih bisa diperbaiki atau harus dicabut? Sakitkah jika gigi berlubang dicabut?
Perawatan gigi berlubang/patah/rusak
Sumber foto: drg. Andreas Joko Wiyono, Sp. KG.
Link http://forum.detik.com/mau-konsultasi-masalah-kesehatan-gigi-dan-mulut-silahkan-disini-t273876.html
Jawaban: Terimakasih atas pertanyaan yang anda kirimkan. Tidak semua gigi yang rusak harus dicabut. Gigi yang berlubang/patah/rusak masih bisa dipulihkan/diperbaiki kembali kesehatannya dan dikembalikan keutuhan mahkotanya bila kondisinya masih memungkinkan. Masing-masing memiliki cara penanganan yang berbeda tergantung dari kondisi gigi tersebut.
Terkait kondisi gigi yang berlubang/patah/rusak, posisi gigi, tingkat kerusakan gigi dan hal lainnya harus diperiksa oleh dokter ahli gigi sehingga dapat diputuskan cara perawatan terbaik untuk gigi tersebut. Sebaiknya anda segera pergi ke dokter gigi kepercayaan anda agar dapat diperiksa secara langsung. Tanpa pemeriksaan secara langsung, tidak dapat dipastikan apakah gigi tersebut harus dicabut atau masih bisa dipulihkan kesehatannya.
Kenapa penanganan Gigi berlubang atau patah harus ke Dokter gigi?
Seandainya gigi yang patah/rusak/berlubang tersebut harus dicabut, kemungkinan adanya sensasi rasa sakit yang terjadi bisa saja dialami meski penatalaksanaan tindakannya oleh dokter gigi spesialis bedah mulut berpengalaman sekalipun. Hal ini karena nilai ambang rasa sakit setiap orang berbeda.
Sifatnya sangat subyektif, ada seseorang yang trauma terhadap rasa sakit, ada juga yang bisa menahan rasa sakit hingga derajat tertentu yang bisa jadi tidak lazim bagi orang kebanyakan. Sehingga dalam kondisi yang dipandang sangat menyakitkan bagi orang lain, tidak demikian halnya baginya. Pada kondisi ini disebut bahwa nilai ambang rasa sakitnya tinggi.
Berkebalikan dengan itu, semisal di bidang kedokteran gigi, ada pula yang hanya sekedar disentuh lembut permukaan giginya dengan ujung jari sang dokter giginya saja sudah berteriak dan menganggapnya sangat menyakitkan. Pada kondisi ini disebut bahwa nilai ambang rasa sakit individualnya sedang rendah.
Nilai ambang rasa sakit dipengaruhi oleh persepsi, kondisi/pengalaman psikologis serta kondisi kesehatan umum (fisik-non fisik) sesaat. Artinya bisa berubah-ubah pula.
Terkait upaya pembedahan di bidang kedokteran gigi, perlu kembali saya utarakan bahwa sesuai standard proceduralnya, tindakan pembiusan diupayakan sebelum dilakukan tindakan bedah mulut apapun, termasuk sebelum pencabutan gigi oleh dokter gigi berkompeten.
Artinya, dalam kondisi terbius, sensasi rasa pada area pembedahan dihambat sementara menggunakan obat bius. Apakah jenisnya disuntikkan, dioleskan maupun disemprotkan. Pada kondisi ini, bila pembiusannya berhasil dilakukan, maka tidak ada sensasi rasa apapun yang dapat dialami pada area pembiusan.
Di bidang kedokteran gigi, sebagian tindakan membutuhkan pembiusan lokal saja. Kita masih sadar penuh, ketika kita dapat melihat dan mengkhayalkan segala sensasi rasa yang kita duga. Pada kondisi ini sebagian dari kita bisa saja mengkhayalkan sensasi rasa ngeri yang lalu dipersepsikan sebagai "rasa sakit lokal" di area pembedahan.
Pada penatalaksanaan kasus tertentu lainnya, dapat juga dilakukan pembiusan umum. Kita akan "ditidurkan" sementara. Tidak lagi dapat melihat maupun merasakan sensasi rasa sakit apapun terhadap tindakan bedah yang dilakukan pada tubuh kita. Jenis yang umumnya tidak dilakukan pada kasus bedah minor (sederhana). Kecuali pada kasus pasien tertentu semisal kasus tertentu pada anak-anak maupun bagi pasien dengan riwayat trauma yang membutuhkan penanganan khusus.
Pada kasus tertentu, bila berlatar belakang psikologis, maka dapat dilakukan penanganan pendahuluan berupa pemberian resep tertentu, selain edukasi. Dapat pula dibantu dengan hypnotherapy. Pilihan penatalaksanaan pendahuluan ini umumnya diupayakan sebelum tindakan pembiusan serta pembedahan dilakukan.
Secara prinsip, selain dukungan rasa percaya serta doa, penting diupayakan komunikasi terbuka serta kerja sama yang baik antara pasien dengan pihak pelaksana tindakannya (dokter serta paramedis), agar pelaksanaan tindakan apapun di bidang kedokteran gigi khususnya dan di bidang kedokteran pada umumnya dapat berlangsung dengan lancar dan secara maksimal mampu memulihkan kondisi kesehatan setiap dari kita.
Demikianlah, semoga penjelasan ini dapat dipahami dengan baik. Salam sehat.
Baca juga : Faktor Penyebab Sakit Gigi
Disadur dari: www.tribunnews.com/kesehatan/2013/11/13/bisakah-gigi-geraham-berlubang-saya-diperbaiki-sakitkah-bila-dicabut